Kamis, 21 April 2011

Pentingnya Penanaman Nilai-nilai Perdamaian dalam Pendidikan


Yogyakarta- Gejala konflik, kekerasan, intimidasi dan terror semakin meluas dan seolah-olah telah dipilih sebagai pandangan hidup oleh sebagian komunitas sosial. Penanaman nilai-nilai perdamaian di sekolah, pesantren maupun kampus yang belum berhasil dinilai menjadi salah satu penyebabnya.
Hal ini disampaikan Kepala Program Studi (Kaprodi) Pendidikan Agama Islam – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PAI – UMY), Nurwanto, MA., M.Ed., dalam Seminar Nasional ‘Urgensi Pendidikan Islam untuk Perdamaian : Menggagas Ulang Orientasi dan Kurikulum untuk Sekolah, Madrasah dan Pesantren’ pada Selasa (19/4/2011) di Kampus Terpadu UMY.
Fakta yang terjadi saat ini adalah kekerasan yang mengatasnamakan kelompok agama atau kepentingan tertentu di Indonesia kerap terjadi. “Seperti halnya kasus konflik yang berujung pada kekerasan yang dilakukan oleh komunitas santri terhadap komunitas santri lainnya di Jawa Timur.”urainya.
Hal tersebut sebenarnya bertentangan  dengan gagasan untuk aksi dalam perjuangan Islam yaitu perdamaian bukan kekerasan. “Seperti yang tercantum dalam Surah An-Nahl ayat 125 yang menegaskan bahwa dakwah atau ajakan menuju kebaikan mesti bersifat persuasive dan argumentative. Selain itu juga harus sesuai dengan misi kenabian untuk membawa dan menyebarluaskan kasih sayang terhadap semua makhluk,”tuturnya.
Nurwanto berharap melalui penanaman nilai-nilai perdamaian di kalangan siswa di sekolah, santri di pesantren maupun mahasiswa di kampus dapat mendorong mereka untuk melakukan segala sesuatu yang mendukung perdamaian.
“Misalnya siswa sekolah atau pesantren bisa melalui majalah dinding atau mading, poster-poster. Lalu mahasiswa melakukan diskusi, pembuatan bulletin, majalah dan lainnya ”tegasnya.
Sementara itu Dosen FISIP UMY, Dr. Zully Qodir dalam kesempatan yang sama menguraikan dalam menciptakan keadilan dan perdamaian dapat melalui berbagai hal. “Menciptakan rasa aman dalam akses ekonomi untuk semua orang tanpa memandang kelas sosial, akses kesehatan masyarakat. Aman dalam berpolitik, pendidikan, keselamatan di ruang publik dan lainnya,”jelasnya.
Terkait dengan praktek pendidikan perdamian, menurutnya dapat dimulai dengan materi pelajaran di tingkat SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. “Di Perguruan Tinggi misalnya ketika kuliah di tingkat S1. Materi yang diberikan misalnya perdamaian etnis dan agama di Indonesia,”urainya.
Apabila tidak diberikan dalam materi kuliah tersendiri maka digabungkan dalam salah satu pembahasan mata kuliah tertentu. “Seperti Civic Education yang sifatnya keseharian untuk membentuk karakter mahasiswa atau peserta didik. Selain itu pendidikan mengenai perdamaian penting juga dimasukkan dalam materi pelajaran ektrakurikuler seperti field visit atau kunjungan lapangan maupun dalam mata kuliah pilihan.”tegasnya. (umy.ac.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar