Rabu, 29 Juni 2011

Masalah Kejiwaan Ortu & Cara Memperlakukan Anak

Beberapa hasil penelitian tentang masalah-masalah kejiwaan yang dialami orangtua dan berpengaruh terhadap tindakan
penyiksaan dan atau penganiayaan terhadap anak dapat di bedakan sebagai berikut:

Gangguan Jiwa atau Gangguan Kepribadian
Depresi
Pecandu Obat Terlarang / Alkoholik
Masalah Perkawinan

Gangguan Jiwa atau Gangguan Kepribadian

Seorang peneliti bernama Rose Cooper Thomas yang melakukan penelitian terhadap hubungan antara ibu dan anak,
menemukan bahwa ibu yang mengalami gangguan jiwa Schizophrenia (dengan kecenderungan perilaku yang acuh tak
acuh), maka cenderung menghasilkan anak yang perilakunya suka memberontak, jahat, menyimpang atau bahkan anti
sosial. Namun sebaliknya ada pula yang anaknya jadi suka menarik diri, pasif, tergantung dan terlalu penurut. Peneliti lain
juga menemukan, gangguan jiwa sang ibu berakibat pada terganggunya perkembangan identitas sang anak.

Penemuan yang sama juga mengungkapkan bahwa gangguan Obsesif Kompulsif yang dialami orang tua sangat
berkaitan erat dengan sikap pengabaian mereka terhadap anaknya. Sebab, gangguan Obsesif Kompulsif ini menjadikan
individu nya lebih banyak memikirkan dan melakukan ritual-ritualnya dari pada tanggung jawab mengasuh anaknya.

Munchausen's Syndrome by Proxy

Munchausen Syndrome by Proxy (MSbP) adalah gangguan mental yang biasanya dialami oleh wanita, dalam hal ini
seorang ibu terhadap anaknya (biasanya pada bayi atau anak-anak di bawah usia 6 tahun) dan biasanya berakibat sang
anak harus mendapatkan perawatan serius di rumah sakit. Dalam penyakit yang digambarkan pertama kali oleh Meadow
pada tahun 1977 ini dideteksi adanya unsur kebohongan yang bersifat patologis dalam kehidupan sehari-hari sang ibu
sejak dahulu hingga sekarang.

Pada kasus yang parah, sang anak secara terus menerus dihadapkan pada situasi yang mengancam keselamatan
jiwanya; dan sang ibu yang melakukannya dari luar justru kelihatan lemah lembut dan tulus. Gangguan jiwa yang
berbahaya ini bisa berakibat pada kematian anaknya karena pada banyak kasus ditemukan bahwa sang ibu sampai hati
menyekap (atau mencekik) dan meracuni anaknya sebagai bukti pada dokter bahwa anaknya benar-benar sakit.

Memang, pada kasus-kasus ini sering ditemukan adanya sejarah gangguan perilaku antisosial pada sang ibu, yang
disebabkan dirinya sendiri mengalami pola asuh yang salah dari orang tuanya dahulu. Pada kasus lain ditemukan bukti
bahwa ternyata sang ibu mengalami gangguan somatis seperti contohnya (menurut istilah medis) gangguan neurotik,
hypochondria, atau gangguan yang bersifat semu lainnya). Ditemukan pula, bahwa ibu-ibu yang tega melakukan hal ini
terhadap anaknya ternyata mengalami gangguan kepribadian yang cukup parah.

Depresi

Penelitian lain dilakukan oleh Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996) terhadap anak-anak yang orang tuanya mengalami
depresi atau pun psikopatologi. Menurut mereka, orang tua yang depresif ditemukan sering melakukan penyiksaan secara
fisik terhadap anak-anak mereka. Anak-anak mereka juga dilaporkan mengalami masalah seperti depresi, masalah
interpersonal, perilaku yang aneh-aneh dan mengalami masalah di sekolah atau dalam belajar.

Pecandu Obat Terlarang / Alkoholik

Keluarga yang alkoholis cenderung lebih tidak stabil dan tidak dapat diramalkan perilakunya. Segala aturan main dapat
saja berubah setiap waktu, dan seringkali mudah mengingkari janji-janji yang pernah dibuat. Demikian pula dengan pola
asuh orang tua terhadap anak. Pola asuh yang diterapkan seringkali berubah-ubah secara tidak konsisten; dan tidak ada
ruang bagi anggota keluarganya untuk mengekspresikan perasaannya secara apa adanya karena banyaknya batasan dan
larangan untuk membahas “keburukan� keluarga.

Oleh karena itu para anggota yang lain dituntut untuk mampu menjaga rahasia supaya tidak ada keterlibatan pihak-pihak
luar dan supaya tidak ada yang mengetahui problem keluarga mereka. Situasi ini tentu saja membuat perasaan tertekan,
frustrasi, marah, tidak nyaman dan kegelisahan di hati anak-anaknya. Sering anak berpikir bahwa mereka telah
melakukan sesuatu kekeliruan yang menyebabkan orang tua punya kebiasaan buruk. Akibatnya, rasa tidak percaya,
kesulitan mengekspresikan emosi secara tepat, serta kesulitan menjalin hubungan sosial yang erat dan sejati, menjadi
masalah yang terbawa hingga dewasa. Menurut penelitian beberapa ahli, anak-anak dari keluarga ini lebih beresiko
mengembangkan kebiasaan alkoholismenya di masa dewasa dari pada anak-anak yang bukan berasal dari keluarga
alkoholis.

Menurut penelitian Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996), pecandu obat terlarang dilaporkan menjadi faktor yang paling
umum dianggap menjadi penyebab penyiksaan dan pengabaian terhadap anak-anak serta melakukan pengasuhan
dengan cara yang tidak benar atau keliru.

Masalah Perkawinan
Salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidup adalah merasakan hubungan yang hangat dan penuh dengan kasih
sayang yang diperoleh dari orang-orang yang dicintai. Namun tidak selamanya setiap orang dapat merasakan hal ini,
terutama jika mereka berada dalam keluarga yang mengalami masalah pelik yang tidak hanya mempengaruhi
keharmonisan keluarga, namun pengaruhnya sampai pada kehidupan emosional para anggotanya.

Akibatnya, setiap anggota keluarga merasakan bertambahnya beban mental atau tekanan emosional yang terus menerus
bertambah dari hari ke hari. Beban mental ini akan semakin berat kalau suasana dalam keluarga serasa mencekam,
seperti di kuburan, tidak ada satu orang pun yang berani mengemukakan emosi dan pikirannya, dan tidak ada
keleluasaan untuk bertindak. Tidak ada suasana keterbukaan ini hanya akan meningkatkan ketegangan dari setiap
anggota keluarga.

Pada umumnya, anak-anaklah yang menjadi korban pelampiasan ketegangan, kecemasan, kekesalan, kemarahan dan
segala emosi negatif yang tidak bisa dikeluarkan. Sebabnya, anak-anak lebih berada posisi yang lemah, tergantung pada
orang tua dan tidak berdaya sehingga mudah sekali menjadi sasaran agresivitas orang tua tanpa memberikan
perlawanan. Akibatnya, pada beberapa kasus terjadi tindakan kekerasan fisik orang tua terhadap anak hanya karena
orang tua tidak dapat mengendalikan dorongan emosinya.

Para ahli yang menganut faham teori sistem berpandangan, bahwa yang sebenarnya, jika orang melihat seorang anak
yang kelihatannya bermasalah, entah itu masalah penyesuaian diri, masalah belajar atau masalah lainnya, sebenarnya
yang harus dicari tahu sumber penyebabnya bukanlah pada diri si anak, tapi lebih pada orang tua dan interaksi yang
terjadi di dalam keluarga itu. Karena, anak bermasalah sebenarnya merupakan pertanda adanya ketidakberesan dalam
hubungan keluarga itu sendiri. Jadi, masalah yang ditampilkan oleh anak merepresentasikan disfungsi yang terjadi di
dalam kehidupan keluarganya.

Orang Samin dan Pandangan Hidupnya

Pada suatu hari di rumah elite desa sedang berduka karena putra tertuanya mengalami kecelakaan lalu lintas hingga meninggal dunia. Warga desa kumpul melayat dan mempersiapkan upacara pemakaman jenazah. Beberapa warga desa hilir-mudik dan sebagian duduk berjejer di tempat yang sudah disediakan di halaman rumah.
Dalam keadaan mulai sunyi, di tengah kerumunan jenazah, datanglah seorang laki-laki tua, usianya lebih kurang 75 tahun, mengenakan baju kurung lengan panjang warna hitam, dengan celana selutut berwarna hitam pula. Sarungnya diselempangkan di bahu sebelah kiri dan capingnya yang terbuat dari daun lontar dibuka lalu ditempelkan di dada kiri, dan di atas kepala mengenakan udeng (ikat kepala) motif batik warna hitam kecoklatan.Dengan percaya diri ia masuk ke rumah menuju ke tempat jenazah disemayamkan. Tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, ia seolah tak kenal siapa pun para tamu yang duduk di situ.Setelah tiba di depan jenazah, ia membuka tutup bagian atas sembari menatap wajahnya. Lalu ia mengatakan, "Sedulur, asalmu ora ono/Terus dadi ono/Saiki ora ono maneh/Yo wis, tak dongak-ke slamet." (Saudara, asalmu tidak ada/Lalu menjadi ada/Sekarang tidak ada lagi/Ya sudah, saya doa kan selamat.)Kemudian tutup jenazah dikembalikan seperti semula, lalu ia mundur pelan-pelan sampai ke pintu rumah dengan membalikkan arah dan menuju ke halaman rumah. Setelah itu ia ikut duduk bersama-sama tamu yang lain. Ia memilih duduk di pinggir dekat pintu masuk menuju rumah sehingga beberapa warga banyak yang kenal. Pada saat ketemu orang lain yang menyapanya, ia selalu mengatakan sedulur, yang maknanya sama-sama saudara.

Perilaku kultural seperti itu dikategorikan sebagai orang apa? Bagaimana ia menghayati hubungan individu dirinya dengan sesama, dengan alam semesta, dan dengan Sang Pencipta?
Sudah banyak tulisan tentang masyarakat Samin, bahkan ada yang menganggapnya sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan dari zaman kolonial Belanda hingga saat ini. Beberapa informasi mengatakan bahwa Saminisme sebagai sebuah sejarah perlawanan terhadap kekuasaan telah diubah menjadi deskripsi kebudayaan.

Jujur dan pemurah

Sejak dikenal umum dari zaman kolonial Belanda, orang Samin tinggal menyebar di daerah Bojonegoro, Tuban, Blora, Rembang, Grobogan, Pati, dan Kudus. Mereka berdomisili tidak menggerombol, melainkan terpencar-pencar, misalnya, tiap desa terdapat 5-6 keluarga, tetapi solidaritas sosialnya menyatu.

Orang Samin memiliki rasa religi yang kuat sehingga sering kali membuat para pendatang (tamu) merasa risi dan malu karena mereka sangat jujur, serta pemurah terhadap para tamu. Seluruh makanan yang mereka simpan disajikan kepada tamunya dan tidak pernah memikirkan berapa harganya.

Masyarakat Samin memiliki jiwa yang polos dan terbuka. Mereka berbicara menggunakan bahasa Kawi dan bercampur bahasa Jawa ngoko dan sering kedengaran kasar.

Dalam pergaulan sehari-hari, baik dengan keluarganya, sesama pengikut ajaran, maupun dengan orang lain yang bukan pengikut Samin, orang Samin selalu beranjak pada eksistensi mereka yang sudah turun-temurun dari pendahulunya, yaitu Ono niro mergo ningsun, ono ningsun mergo niro. (Adanya saya karena kamu, adanya kamu karena saya.)Ucapan itu menunjukkan bahwa orang Samin sesungguhnya memiliki solidaritas yang tinggi dan sangat menghargai eksistensi manusia sebagai makhluk individu, sekaligus sebagai makhluk sosial. Karena itu, orang Samin tidak mau menyakiti orang lain, tidak mau petil jumput (tidak mau mengambil barang orang lain yang bukan haknya), tetapi juga tidak mau dimalingi (haknya dicuri).

Semua perbuatan mereka berawal dari baik, maka berakhirnya juga harus baik, begitulah ringkasnya. Bagi orang lain yang tidak memahami eksistensi orang Samin, mereka bisa jadi menyebutnya sebagai Wong Sikep, yang artinya orang yang selalu waspada. Atau disebut juga Wong Kalang karena orang lain akan menganggap ketidakrasionalan pikiran, keeksentrikan perilaku, dan ketidaknormalan bahasa. Tetapi, bagi sesama orang Samin selalu menyebut kepada orang lain Sedulur Tuwo.

Ini pun tampak di dalam ia merenung dan berdoa kepada "Adam", selalu minta keselamatan untuk dirinya, sesama makhluk alam semesta, dan juga Sang Pencipta sendiri. Ungkapan Sedulur Tuwo tak pernah ditinggalkan.Doa orang Samin juga selalu berhubungan dengan keadaan ekologi dan ekosistem di mana mereka berdomisili. Orang Samin yang tinggal di daerah Desa Klopo Duwur, Kecamatan Randu Blatung, Kabupaten Blora, misalnya, menunjukkan secara siklus hubungan antarmanusia sebagai pribadi, antarsesama manusia, antara manusia dan alam lingkungan.Pandangannya terhadap ekologi dan ekosistem tersebut dapat dijumpai dalam ucapannya, seperti: Banyu podo ngombe/Lemah podo duwe/Godong podo gawe. (Air sama-sama diminum/Tanah sama-sama punya/Daun sama-sama memanfaatkan.)

Ucapan itu oleh pengikut Samin ditafsirkan secara bijak, maksudnya bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya perlu dijaga. Tidak berarti sama rasa, sama rata, seperti tuduhan orang lain di luar komunitas Samin.Dalam praktiknya, mereka justru ikut menjaga pelestarian kayu jati di daerah Blora. Mereka hanya memanfaatkan daunnya untuk keperluan sehari-hari dan rantingnya untuk keperluan masak-memasak. Hal itu sudah berjalan sejak leluhur mereka masa lalu dan mereka tidak mau merusak hutan. Berdasarkan pandangan seperti itu, tampaknya orang lain sering kali menerjemahkan kata "Samin" sama dengan Sami-sami Amin.

Sejak masa kolonial

Pada mulanya ajaran orang Samin ini berasal dari seorang tokoh yang bernama Kiai Samin Surosentiko, yang lahir di Ploso, wilayah Blora, Jawa Tengah, tahun 1859. Ia ditangkap oleh Pemerintah Hindia Belanda karena tidak mau membayar pajak dan tidak mau ikut kerja paksa.

Seperti tokoh perintis kemerdekaan Indonesia yang lain, ia dibuang ke Sawahlunto, Sumatera Barat, hingga wafat tahun 1914. Namun, ajarannya masih dianut oleh pengikutnya hingga sekarang di beberapa daerah yang disebutkan di atas.Beberapa catatan kolonial Belanda menyebut bahwa Kiai Samin Surosentiko dianggap sebagai pembangkang, pemberontak, selalu melawan pemerintah. Oleh karena itu, ajarannya tidak boleh disebarluaskan dan oleh mainstream
agama pada saat itu dianggap sesat, lalu mau tidak mau ia harus diasingkan dari pengikutnya.

Dalam kaitannya dengan deskripsi singkat ini, maka nilai tradisi yang dapat dipetik adalah bagaimana strategi ajaran orang Samin dalam mengimplementasikan kehidupan sehari-hari. Misalnya, mereka antikekerasan, jujur, terbuka, dan tidak mau menyakiti orang lain.

Orang Samin mengejawantahkan kehidupan dengan solidaritas sosial. Juga pada zaman Orde Baru, ketika mereka menggunakan kiat atau strategi ngumumi; tidak melawan pemerintah, tetapi mengkritisi secara pasif.Mereka memang tidak mau ikut program KB karena sudah punya cara sendiri. Mereka juga tidak ikut program Bimas-Inmas dan tidak mau terima kredit dari BRI supaya tidak ngemplang. Orang Samin bikin pupuk sendiri, bikin irigasi sendiri.

Pendeknya, dalam hidup, mereka tidak bergantung kepada teknologi maju. Orang Samin benar-benar sebuah contoh kasus komunitas yang benar-benar memiliki kemandirian. Oleh karena itu, masyarakat Samin tidak mengenal krisis ekonomi dan moneter.

Islam dan Ilmu Pengetahuan


oleh :
MOHAMMAD WAFIQ AMALI

Islam merupakan suatu aturan yang di bawa oleh nabii muhammad yang disampaikan oleh malaikat jibril dan berasal dari allah. Dan Rasulullah pernah mengisyaratkan kepada umatnya bahwa derajat manusia adalah yang palin tinggi diantara makhluk lain yang ada di bumi ini. Untuk itu, tidak selayaknya manusia menyalahgunakan akal dan fikirannya untuk hal-hal yang merusak atau merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan, Al-Quran menganjurkan manusia agar menggunakan akalnya sehingga bertambah keimanannya dan maju dalam kehidupannya. Tidak ada pertentangan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan, bahkan penemuan-penemuan baru memperkuat kemu’jizatan Al-Quran.
pentingnya pengetahuan bagi manusia, sseperti yang tersirat dalam Surat Al-‘Alaq 1-5 yang berisi seruan untuk membaca. Hal tersebut dapat dijadikan dasar, bahwa dengan baca, baca, dan baca tentulah kita dapat pengetahuan atau informasi-informasi yang nantinya pasti berguna bagi kita. Karena pengetahuanlah yang membuat kita bisa tahu apa yang awalnya belum kita tahu. Jadi membaca sangatlah di perluakan dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Sehingga Islam memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada akal manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, selama tidak bertentangan dengan syari’at.
Allah menganjurkan Manusia melalui Islam supaya berpikir dan merenungkan kekuasaan serta memperhatikan alam ciptaan-Nya. Karena berpikir adalah merupakan salah satu dari fungsinya akal yang dimiliki oleh manusia. Jika akal tidak berfungsi, maka manusia telah kehilangan milik satu-satunya yang menjadikannya makhluk terbaik dan tidak dapat lagi berperan dalam kehidupan sebagai khalifah di bumi.
Dengan begitu Islam sebagai ilmu pengetahuan dapat dimaknai bahwa Islam yang merupakan agama terakhir pembawa kitab suci berupa Al-Qur`an Al-karim adalah sumber ilmu pengetahuan itu sendiri.
Karena inti dari ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dapat dikaji, dipelajari dan dirumuskan. Islam dalam hal ini memberikan ruang gerak dalam hal tersebut terutama dalam mengkaji Al-Qur`an dan Hadits, sehingga dengannya ilmu pengetahuan dapat terus berkembang dan maju.
Dengan mempelajari dan mengkaji sumber-sumber hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam akan didapatkanlah suatu ilmu pengetahuan baru, karena Islam tidak hanya melulu membahas tentang ketuhanan tetapi juga tentang kebudayaan, tingkah laku, muamalah dan tatacara-tatacara hidup lain.