Sabtu, 30 November 2013

Kecerdasan Intelektual (IQ)

Kecerdasan atau yang biasa dikenal dengan IQ (bahasa Inggris: intelligence quotient) adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar.

intelligence quotient, atau IQ, adalah skor yang diperoleh dari salah satu dari beberapa tes standar yang dirancang untuk menilai kecerdasan. Singkatan "IQ" berasal dari Jerman jangka Intelligenz-Quotient, awalnya diciptakan oleh psikolog William Stern . 
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ.

IQ telah terbukti berhubungan dengan faktor-faktor seperti morbiditas dan mortalitas , orangtua status sosial, dan, pada tingkat substansial, IQ orang tua biologis. Sementara heritabilitas IQ telah diteliti selama hampir satu abad, masih ada perdebatan tentang pentingnya estimasi heritabilitas dan mekanisme warisan.

Jumat, 29 November 2013

Konsep Halalan Thayyiban dalam Makanan

Salah satu aktivitas yang menentukan dan menyita banyak waktu dalam kehidupan manusia adalah kegiatan makan dan minum. Hal ini wajar sebab kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer manusia, di samping kebutuhan sandang dan papan. Dengan mengonsumsi makanan dan minuman, kebutuhan jasmani dapat dipenuhi. Dengannya, tubuh kita menjadi sehat, kuat dan bertenaga sehingga dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik.
Namun demikian, orang sering tidak sadar dengan hal-hal yang perlu diperhatikan terkait makanan dan minuman ini. Banyak sekali orang yang tidak memiliki spiritual awareness (kesadaran spiritual). Umumnya mereka menganggap makan dan minum adalah urusan dunia ansich yang tidak ada kaitannya dengan agama. Ada juga yang tidak peduli dengan sesuatu yang dimakannya baik dari sisi zatnya maupun dari sisi cara memperolehnya. Padahal, dalam urusan makan dan minum ini, Islam menaruh perhatian yang cukup serius.
Dalam Surah Quraisy ayat 3-4 diterangkan bahwa Allah menjadikan kecukupan kebutuhan pangan sebagai salah satu sebab utama kenyamanan dalam beribadah. Di samping itu, makanan dan minuman yang dikonsumsi akan secara langsung mempengaruhi tubuh baik secara fisik maupun psikis. Hadis Nabi SAW menjelaskan hal ini, seperti yang diriwayatkan sahabat Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Perut adalah telaga bagi raga. Pembuluh-pembuluh darah berujung padanya. Jika perut sehat, pembuluh-pembuluh itu akan sehat. Sebaliknya, jika perut sakit, pembuluh darah pun akan ikut sakit.” (HR Thabrani).

Jemput Rizqi Lewat 11 Pintu

Banyak jalan menuju Roma. Demikian juga banyak jalur pembuka-pembuka pintu rizqi. Rizqi di sni tidak hanya dalam satu bentuk saja. Termasuk di dalamnya adalah anak atau keturunan. Pada zaman dulu di daerah Jawa ada ungkapan banyak anak banyak rejeki. Kiranya ungkapan ini benar adanya. Seperti dalam salah satu firman Allah disebutkan: “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rizqinya….” (QS Hud : 6 juz 11).
Setiap anak diberi rizqi yang dapat meningkat terus, sejalan dengan ketaatan keyakinan terhadap Allah SWT serta ikhtiarnya mencari pintu- pintu rizqi itu. Langkah-langkah membuka rizqi merupakan langkah kita dalam mendekati Allah SWT untuk meminta dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan kita. Langkah-langkah ini hanya dimaksudkan untuk memperoleh keridhaannya. Ada salah satu pintu yang kita lewati belum bisa membukakan pintu rizqi, kita harus mencoba pintu yang lain. Demikian semua ini lagi-lagi sarana menuju pendekatan diri sebagai hamba kepada Kholiqnya.

Kamis, 28 November 2013

The Power Of Shadaqah


Tidak ada orang yang dipersulit (oleh Allah) gara-gara bersedekah (dengan ikhlas). Bersedekah ibarat berinvestasi, kelak kita akan menuai hasil berlipat, mengenai waktunya kapan dan wujudnya apa, rahasia ALLAH SWT. (dipopulerkan Ustad Yusuf Mansyur)
Urusan sedekah adalah urusan hati dan keikhlasan.Ada yang merasa bahwa setiap harta atau uang yang dia terima adalah milik pribadi dan tidak untuk dibagi-bagikan. Naudzubillahmindzalik.!

Bahwa setiap harta/uang yang diterimanya adalah titipan ALLAH SWT semata dan wajib disedekahkan kepada yang berhak.Bahwa semua harta adalah titipan, dengan jiwa yang besar dan hati yang tulus ikhlas akan mengeluarkan kewajibannya, walaupun apa yang dia cintai dia korbankan, walaupun dalam keadaan tak punya dan terbelit kemiskian, akan tetap rela memberikanya demi mendapat Ridlo Allah SWT.

Keajaiban Sedekah itu benar-benar ADA Dengan bersedekah, ALLAH SWT telah menggangkat semua kesulitan dalam waktu singkat. Yang menakjubkan adalah ALLAH SWT melipat gandakan dari sedekah yang dikeluarkan. Ternyata dibalik seruan bersedekah, terkandung manfaat yang cukup dalam. Ada sebuah keajaiban- keajaiban yang tak bisa dinalar oleh logika,……bahkan akal sehat

Keajaibnya SEDEKAH

Alquran > Surah Al Baqarah> Ayat 267
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari HASIL USAHAMU YANG BAIK-BAIK dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan JANGANLAH KAMU MEMILIH YANG BURUK-BURUK lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Allah adalah MAHA MENEPATI JANJI, dan apa yang tertulis di Alqur'an adalah apa yang langsung diserukan Allah kepada umatnya. Adalah sebuah kerugian besar jika kita tidak yakin akan perkataan langsung Allah tersebut. Coba anda baca dan renungkan apa yang langsung diserukan Allah tentang sedekah di bagian bawah ini:

Alquran > Surah Al Baqarah> Ayat 245 Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), MAKA ALLAH MELIPAT GANDAKAN PEMBAYARAN KEPADANYA DENGAN LIPAT GANDA YANG BANYAK. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

Rabu, 27 November 2013

Mengenal Konsep Kecerdasan Emosional (EQ : emotional quotient)

Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. 


Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.





Sejarah
Akar awal kecerdasan emosional dapat ditelusuri ke Charles Darwin pekerjaan 's tentang pentingnya ekspresi emosional untuk kelangsungan hidup dan, kedua, adaptasi. Pada 1900-an, meskipun definisi tradisional intelijen menekankan aspek kognitif seperti memori dan masalah pemecahan, beberapa peneliti berpengaruh di bidang intelijen studi telah mulai mengakui pentingnya non-kognitif aspek. Misalnya, pada awal 1920, EL Thorndike menggunakan istilah kecerdasan sosial untuk menjelaskan keahlian memahami dan mengelola orang lain. 


Demikian pula, pada tahun 1940 David Wechsler menggambarkan pengaruh non-faktor intellective pada perilaku cerdas, dan lebih jauh berpendapat bahwa model kecerdasan kita tidak akan lengkap sampai kita cukup bisa menggambarkan faktor.  Pada tahun 1983, Howard Gardner 's Frames Pikiran: Teori Multiple Intelligences memperkenalkan gagasan kecerdasan ganda yang termasuk baik kecerdasan interpersonal (kemampuan untuk memahami niat, motivasi dan keinginan orang lain) dan kecerdasan intrapersonal (kemampuan untuk memahami diri sendiri, untuk menghargai perasaan seseorang , ketakutan dan motivasi). Dalam pandangan Gardner, jenis tradisional kecerdasan, seperti IQ , gagal untuk sepenuhnya menjelaskan kemampuan kognitif.  Dengan demikian, meskipun nama-nama yang diberikan kepada konsep bervariasi, ada kepercayaan umum bahwa definisi tradisional kecerdasan yang kurang dalam kemampuan untuk sepenuhnya menjelaskan hasil kinerja.

Penggunaan pertama dari "kecerdasan emosional" Istilah biasanya dihubungkan dengan Wayne Payne tesis doktor , Sebuah Studi Emosi:. Mengembangkan Kecerdasan Emosional dari tahun 1985 [6] Namun, sebelum ini, "kecerdasan emosional" Istilah itu muncul di Leuner ( 1966).  Stanley Greenspan (1989) juga mengajukan sebuah model EI, diikuti oleh Salovey dan Mayer (1990),  dan Daniel Goleman (1995). Perbedaan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan sifat kemampuan emosional diperkenalkan pada tahun 2000. 

 

Five Factor Model (FFM) personality traits

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 Dalam psikologi , Lima Besar kepribadian sesorang adalah lima domain luas atau dimensi kepribadian yang digunakan untuk menggambarkan kepribadian manusia. Teori didasarkan pada lima faktor Big disebut Model Lima Faktor (FFM) meliputi :

  1. Keterbukaan (Openness) terhadap Pengalaman - (inventif / penasaran vs konsisten / hati-hati). Penghargaan seni, emosi petualangan,, ide-ide yang tidak biasa, rasa ingin tahu , dan berbagai pengalaman. Keterbukaan mencerminkan tingkat keingintahuan intelektual, kreativitas dan preferensi untuk kebaruan dan variasi. Beberapa ketidaksetujuan tetap tentang bagaimana menafsirkan faktor keterbukaan, yang kadang-kadang disebut "intelek" ketimbang keterbukaan terhadap pengalaman.
  2. Kesadaran (Conscientiousness)- (efisien / terorganisir vs easy-going/careless). Sebuah kecenderungan untuk menunjukkan disiplin diri , bertindak patuh , dan bertujuan untuk pencapaian, direncanakan daripada perilaku spontan, terorganisir, dan bisa diandalkan.
  3. Extraversion (Extraversion) (keluar / energik vs soliter / reserved). Energi, emosi positif, surgency , ketegasan, sosialisasi, dan kecenderungan untuk mencari stimulasi di perusahaan orang lain, dan banyak bicara.
  4. Keramahan (Agreeableness) (ramah / penyayang vs dingin / tidak baik). Kecenderungan untuk menjadi welas asih dan kooperatif ketimbang mencurigakan dan antagonis terhadap orang lain.
  5. Neurotisisme (Neuroticism) (sensitif / gugup vs aman / percaya diri). Kecenderungan untuk mengalami emosi yang tidak menyenangkan dengan mudah, seperti kemarahan , kecemasan , depresi, atau kerentanan . Neurotisisme juga mengacu pada tingkat kestabilan emosi dan kontrol impuls, dan kadang-kadang disebut oleh tiang rendah - "kestabilan emosi". 

Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni 
  1. mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri
  2. memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain
  3. mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional
  4. dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri

Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.

Pengukuran Kompetensi Emosional 


 







EI Kemampuan biasanya diukur menggunakan tes kinerja maksimum dan memiliki hubungan yang kuat dengan kecerdasan tradisional, sedangkan EI sifat biasanya diukur dengan menggunakan kuesioner laporan diri dan memiliki hubungan yang kuat dengan kepribadian.

Dua alat pengukuran didasarkan pada model Goleman:
  1. Inventory Emotional Kompetensi (ECI), yang diciptakan pada tahun 1999, dan Inventarisasi Kompetensi Emosional dan Sosial (ESCI), yang diciptakan pada tahun 2007.
  2. The Appraisal Kecerdasan Emosional, yang diciptakan pada tahun 2001 dan yang dapat diambil sebagai laporan diri atau 360 derajat penilaian.

Kritik Seputar Kecerdasan Emosional.

Kritik telah berpusat pada apakah EI adalah nyata kecerdasan dan apakah memiliki validitas inkremental atas IQ dan Lima Besar ciri kepribadian. Kritik terhadap masalah pengukuran kecerdasan emosional :
  1. Kemampuan EI tindakan mengukur kesesuaian, bukan kemampuan
  2. Kemampuan EI tindakan mengukur pengetahuan (bukan kemampuan aktual)
  3. Kemampuan EI tindakan mengukur kepribadian dan kecerdasan umum
  4. Self-laporan tindakan rentan terhadap berpura-pura (tidak jujur)
  5. Klaim untuk daya prediksi EI terlalu ekstrim

 EI, IQ dan prestasi kerja


Penelitian EI dan kinerja kerja menunjukkan hasil yang beragam: hubungan positif telah ditemukan di beberapa penelitian, orang lain tidak ada hubungan atau tidak konsisten satu. Hal ini menyebabkan para peneliti Cote dan Miners (2006) untuk menawarkan model kompensasi antara EI dan IQ, yang mengemukakan bahwa hubungan antara EI dan prestasi kerja menjadi lebih positif seperti penurunan kecerdasan kognitif, ide pertama kali diusulkan dalam konteks kinerja akademik (Petrides,






Frederickson, & Furnham, 2004). Hasil dari studi mantan mendukung model kompensasi: karyawan dengan IQ rendah mendapatkan kinerja yang lebih tinggi tugas dan perilaku organisasi kewarganegaraan diarahkan pada organisasi, semakin tinggi EI mereka.

Kajian meta-analisis oleh Joseph dan Newman juga mengungkapkan bahwa baik EI Kemampuan dan EI Trait cenderung memprediksi kinerja pekerjaan yang lebih baik dalam pekerjaan yang membutuhkan tingkat tinggi tenaga kerja emosional (di mana 'tenaga kerja emosional' didefinisikan sebagai pekerjaan yang memerlukan tampilan yang efektif dari emosi positif). Sebaliknya, EI menunjukkan sedikit hubungan terhadap prestasi kerja dalam pekerjaan yang tidak membutuhkan tenaga kerja emosional. Dengan kata lain, kecerdasan emosional cenderung untuk memprediksi kinerja pekerjaan untuk pekerjaan emosional saja.

Sebuah penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa EI belum tentu sifat universal positif. Mereka menemukan korelasi negatif antara EI dan tuntutan kerja manajerial, sementara di bawah tingkat rendah tuntutan kerja manajerial, mereka menemukan hubungan negatif antara EI dan efektivitas kerja sama tim. Penjelasan untuk ini mungkin menunjukkan perbedaan gender dalam EI, karena wanita cenderung mencetak tingkat yang lebih tinggi daripada laki-laki. Ini furthers gagasan bahwa konteks pekerjaan memainkan peran dalam hubungan antara EI, efektivitas kerja sama tim, dan kinerja.

Sumber :

  1. http://id.wikipedia.org/
  2. http://en.wikipedia.org/
  3. http://www.e-psikologi.com/

 

Mengenal Konsep Kecerdasan Spiritual (SQ: spiritual quotient)

Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (bahasa Inggris: spiritual quotient) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif. Quotient spiritual (SQ) digambarkan sebagai ukuran yang terlihat pada seseorang kecerdasan spiritual dalam cara yang sama seperti intelligence quotient (IQ) terlihat pada kecerdasan kognitif. 

Konsep spiritual quotient merangkum 6 jenis kepribadian: sosial, investigasi, artistik, realis, kontraktor dan konvensional.

SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu. Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.
 
Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi, mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.
 
"Para penulis yang sudah mulai keluar dishing buku oleh lusin pada subjek Spiritual Quotient berpendapat bahwa hanya SQ yang mengatur manusia terpisah dari kedua mesin dan hewan. Menurut mereka SQ adalah tentang belas kasih dan kreativitas, kesadaran diri dan self harga diri, fleksibilitas dan syukur Jadi apa yang pernah didukung oleh para filsuf besar dari orang-orang seperti. Swami Vivekananda sekali lagi ditekankan oleh dunia modern perusahaan ".

Perbedaan yang dibuat adalah bahwa : 
  • IQ dan EQ menjelaskan peristiwa luar biasa oleh "kebetulan, kebetulan, kecelakaan" istilah, yang dianggap sebagai kekacauan spontan. 
  • SQ, di sisi lain, melihat acara semacam ini sebagai membutuhkan tingkat lebih halus perhatian, dengan asumsi bahwa mereka direncanakan oleh kesadaran tak-terbatas.

Menurut teori standar pada emosi, emosi makhluk yang alami, mereka adalah genetik, hormonal atau naluriah di alam. Teori Spiritual Quotient memposisikan bahwa emosi bukan berasal dari ribuan saluran inspirasi spiritual, dan bertujuan untuk mendorong orang untuk menemukan cara penginderaan saluran inspirasi mengambang di alam semesta. 


Kritik terhadap konsep SQ
Teori SQ telah dikritik karena pseudo-ilmiah, plin-plan upaya untuk mendefinisikan sebuah konsep menjadi ada, yang tidak memiliki koherensi nyata dan istilah pencampuran dan konsep. Mereka juga telah dikritik karena saran mereka bahwa SQ adalah sesuatu yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan, yang membuat perbandingan dengan IQ dan EQ (perbandingan tersirat dalam penggunaan akronim SQ) lemah dan menunjukkan itu hanyalah sebuah istilah yang diciptakan untuk memberikan kepercayaan kepada mereka yang memegang plin-plan keyakinan yang mendasari teori yang relevan. 

Sumber :
  1. http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_spiritual.
  2. http://en.wikipedia.org/wiki/SQ.
 

FILSAFAT ARISTOTELES


                                                                            BAB I
                                                                  PENDAHULUAN

Manusia memulai berfilsafat ketika manusia itu sendiri mulai menyadari keberadaannya di dunia yang dihadapkan pada berbagai kenyataan yang tidak dapat di pahaminya yang hal ini memberikan suatu tanda tanya dalam diri manusia, seperti Kapan kehidupan di dunia ini di mulai? Adakah yang menciptakanya? Siapakah manusia? Bagaimana manusia dapat hidup? Walaupun pertanyaanya terlihat sederhana, tetapi tidak mudah untuk di jawab.
Melalui filsafat manusia di suruh untuk berfikir mendalam, menyeluruh dan kritis. Karena, pada hakekatnya manusia ingin menjawab segala persoalan yang melingkupi kehidupan manusia dan pembicaraan filsafat menjadi terbatas. Dalam rentang sejarah tidak sedikit manusia-manusia jenius mencoba menjelaskan persoalan-persoalan tersebut, pikiran-pikiran mereka sering kali bertentangan, radikal, bahkan tidak masuk akal. Seperti filsafat Aristoteles yang akan kita bahas dalam makalah ini.


                                                                           BAB II
                                                                   PEMBAHASAN

Seorang filsuf besar dari yunani lahir di Stageria yang hidup pada tahun 384-322 sebelum masehi. Ayahnya yang bernama Nicomachus, beliau adalah seorang dokter di istana Amyntas III, Raja Macedonia. Pada saat Aristoteles berkelana ke Asia kecil. Ia menikah dengan Pythias, keponakan perempuan penguasa Atarneus. Namun pernikahanya tidak berlangsung lama, kemudian Aristoteles menikah lagi dengan Herpyllis, dan di karuniani seorang anak laki-laki yang di beri nama Nicomachus ( seperti nama ayahnya ).
Aristoteles belajar pada akademik Plato selama 20 tahun, seorang murid dan lawan Plato. Dari situlah Aristoteles menemukan pemikiran-pemikiran diantaranya pemikiran yakni tentang logika, negara, metafisika, etika, pengetahuan dan ontologi.[1]

A.     Logika
Aristoteles diangap sebagai Bapak logika, karena dialah orang yang pertama kali dengan sistematik menyusun kaidah-kaidah berfikir yang valid ( syah ). Berfikir logis sebelum masa Aristoteles memang sudah dilakukan orang, tetapi sifatnya masih alami ( natural ), untuk hal-hal yang sederhana.[2]
Untuk hal-hal yang rumit masih di perlukan adanya suatu asas berfikir yang maton ( devinisi ) yang dapat di jadikan ukuran bagi benar atau salahnya suatu pernyataan. Untuk itulah Aristoteles menyusun asas dan kaidah berfikir yang sekarang di kenal dengan nama logika formil. Di sebut logika formil karena logika itu menyangkut kaidah berfikir benar karena bentuknya. Sering juga di sebut logika tradisional, karena nantinya berkembang apa yang di sebut logika bermoderen. Inti ajaran logikanya ialah pada cara menarik kesimpulan dengan suatu cara yang di sebut silogisme. Yaitu menarik kesimpulan dari kebenaran umum untuk hal-hal yang sifatnya khusus.contoh yang kalsik silogisme sbb:
1.      Semua orang fana
2.      Aristoteles adalah orang
3.      Aristoteles adalah fana
Kesimpulan bahwa Aristoteles adalah fana, ditarik dari kebenaran yang sifatnya umum yaitu bahwa semua orang adalah fana, padahal jelas bahwa aristoteles adalah jenis orang.
Menarik kesimpulan menurutnya dapat dilakukan dengan dua jalan. Pertama dengan jalan silogisme, jalan ini disebut juga apodity atau sekarang lazim disebut deduksi. Jalan kedua adalah epagogi, yang sekarang disebut induksi, yaitu menarik kesimpulan umum dari kenyataan-kenyataan khusus.[3]
Aristoteles juga berhasil menyusun pengertian yang ada menjadi sepuluh macam yang disebut kategori yaitu:
1. Substansi (diri), misalnya : manusia, rumah.
2. Kwantita (jumlah), misalnya : satu dua tiga.
3. Kwalita (sifat), misalnya : putih pandai tinggi.
4. relasi (hubungan), misalnya : A anak B
5. Volume (tempat), misalnya :  di toko di rumah
6. tempos (waktu), misalnya : kemarin sekarang nanti besok
7. situasi (sikap), misalnya : duduk berdiri lari jalan
8. status (keadaan), misalnya : guru pengasuh lurah
9. aksi (tindakan), misalnya : membaca menulis membuat
10. passiva (penderita), misalnya : tepotong tergilas
Dari macam kesimpulan kategori diatas, substansi lah yang menjadi pokoknya. Kesepuluh kategori diatas meliputi keseluruhan hubungan. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Setiap sesuatu pastilah merupakan zat sustansi,yang terdiri atas sekian banyak kwantitas , mempunyai tanda atau ciri kwalitas, tak lepas dai cakupan waktu tempo, mempunyai sangkutpaut dengan lainnya relasi, mempunyai kedudukan tertentu status, senantiasa berbuat aksi melahirkan renten yang lain passiva.


B.     NEGARA
Menurut aristoteles, manusia pada dasarnya mempunyai bakat moral, tetapi itu hanya dapat dikembangkan dalam hubungannya dengan orang lain. Ia melakukan itu dengan perkawinan, mendirikan keluarga dan akhirnya dlam negara. Manusia adalah Zoon Politikea (makhluk sosial). Negara tujuannya untuk mencapai keselamatan bagi semua warga negaranya.
Afisika adalah mendidik rakyat agar berpendirian tetap, berbudi pekerti baik serta pandai mencapai yang sebaik baiknya.[4]
Aristoteles mengemukakan tiga bentuk negara yaitu:
  1. Monarchi yaitu sistem pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja.
  2. Aristokrasi
  3. Politea yaitu pemerintahan berdasarkan kekuasaan seluruh rakyat (demokrasi).
Ketiga bentuk sistem pemerintahan diatas dapat dibelokkan ke arah yang buruk. Sistem pemerintahan monarchi bisa menjadi sistem pemerintahan tirani (pemerintahan oleh pengusa yang dzalim ) ; . Sistem pemerintahan aristokrasi bisa menjadi oligarki (pemerintahan oleh segelintir orang) ; kekuasaan politea bisa jadi anarki. Menurut aristoteles, kombinasi antara aristrokasi dengan demokrasi adalah sebaik-baiknya.

C.     METAFISIKA
Metafisika secara umum ialah suatu pembahasan filsafati yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang sesuatu yang ada.
Bila orang-orang sofif banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaren (mayer:152.) salah satu teori metefisika aristoteles yang pentinh ialah pendapatnya yang menyatakan bahwa matter (barang) dan form (bentuk) itu bersatu, mater memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungusnya. Setiap objek terdiri atas matter dan form, bagi plato mattwr dan form berada sendiri-sendiri.ia juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu aktualitas.
Namun,ada substansi yang murni form, tanpa potentialty. Jadi tanpa matter, yaitu Tuhan. Aristoteles percaya adanya tuhan. Bukti adanya Tuhan menurutnya adalah Tuhan sebagai penyabab gerak (a fish cause of motion).
Tuhan itu menurut aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan (tidak memperdulikan) alam ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan do’a dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita (mayer:159).[5]

D.    ETIKA
Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruknya, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada manusia lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.[6]
      Tujuan etika ialah mencapai kebahgiaan sebagai barang tertinggi dalam penghidupan. Tugas dari pada etika ialah mendidik kemauan manusia memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Kebaikkan letaknya ditengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh. Misalnya berani adalah antara pengecut dan nekat, dermawan antarak.ikir dan pemboros, rendah hati letaknya antara jiwa budak dan sombong. Maka agar pandangan yang sehat yaitu budi dan tahu mempengaruhi sikap manusia, perlulah manusia pandai menguasai diri. Orang yang dapat menguasai diri tidak akan terombang-ambing oleh hawa nafsu, tidak akan tertarik oleh kemewah-mewahan.[7]
Disamping etika mengambil jalan tengah ada tiga hal yang perlu dipenuhi untuk mencapai kebahagiaan hidup yakni :
  1. Manusia harus memiliki harta secukupnya, supaya hidupnya terpelihara.
  2. Manusia harus memiliki rasa persahabatan
  3. Manusia harus memiliki keadilan.
Keadilan dan persahabatan adalah budi yang menjadi dasar hidup bersama dalam hidup bersama dalam keluarga dan Negara.[8]

E.     PENGETAHUAN
Pada Aristoteles kita menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju,dasar-dasar sains diletakkan. Kuasa akal mulai dibatasi, ada kebenaran yang umum, jadi tidak semua kebenaran relatif. Sains dapat dipegang sebagian dan diperselisihkan sebagian. Seluruh alam merupakan suatu organisme besar, disusun dan digerakkan pertama oleh tuhan, menjadi satu kesatuan menurut tertentu.[9]

F.     ONTOLOGI
Menurut Aristoteles ontologi pada dasarnya di maksudkan untuk mencari makna ada dan struktur umum yang terdapat pada ada, struktur yang dinamakan kategori dan susunan ada. Akan tetapi hasil pencarian Aristoteles menunjukkan bahwa pertanyaan mengenai makna ada membawa kita pada penghargaan terhadap keajaiban eksistensi manusia, sedangkan studi mengenai kategori membawa pada sebab pertama asal usul dari segala sesuatu ( Tuhan ). Tidak berlebihan jika di katakan bahwa motif yang sesungguhnya dalam studi mengenai ontologi adalah jastifikasi atau evokasi terhadap agama, di samping jastifikasi atas pengetahuan dan emosi etis. [10]


                                                                             BAB III
                                                                          PENUTUP
 

 Aristoteles menemukan pemikiran-pemikiran, diantara pemikirannya itu antara lain tentang logika, negara, metafisika, etika, pengetahuan, dan ontologi. Aristoteles dianggap sebagai bapak logika, karena dialah orang yang pertama kali dengan sistematik menyusun kaidah-kaidah berfikir yang valid (syah).

Menurut Aristoteles, manusia pada dasarnya mempunyai bakat moral, tetapi itu hanya dapat dikembangkan dalam hubungannya dengan orang lain. Metafisika secara umum merupakan suatu pembahasan filasafi yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang sesuatu yang ada.
Pendapat kami setuju dengan pemikiran Aristoteles tentang filsafat, didalam berfilsafat beliau menggunakan logika, berbeda dengan Plato yang tertarik pada pengethuan kealaman dalam filsafatnya, dan ia mementingkan observasi. Aristoteles juga percaya adanya Tuhan, bukti adanya tuhan menurutnya adalah tuhan sebagai penyebab penggerak.


                                                                DAFTAR PUSTAKA

Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum, Bandung: PT.Remaja              Rosdakarya
Khanafie, Imam. 2006. Filsafat Islam, Pekalongan: Stain Press
Skoot,Louis._______. Pengantar Filsafat, ______
Fearn, Nicholas. 2002. Cara Mudah berfilsafat. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Abidin, Zaenal.2011. Penagntar Filsafat Barat. Jakarta : Rajagrafindo Persada.


[1] Nicholas fearn, cara mudah berfilsafat, (Yogyakarta:AR-RUZZ MEDIA, 2002),  hlm 83
[2] Skott Luis, pengantar filsafat, hlm 41-42
[3] Ibid, hlm 42-43
[4] Ibit, hlm 40
[5] Ahmad Tafsir, Filsafat umum, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 1990), hlm 61
[6] Imam Hanafi, Filsafat Islam, (Pekalongan:STAINpers,2006), hlm 93
[7] Ibid, hlm 39-40
[8] Ibid, hlm 40
[9] Ahmad Tafsir, Filsafat umum, (Bandung:PT.Remaja Rusdakarya, 1990), hlm 61
[10] Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada, 2011)

Tuanku Imam Bonjol

Ia juga dikenal sebagai pencetus lahirnya falsafah hidup orang Minang.
Tak ada yang menyangsikan betapa gigihnya Tuanku Imam Bonjol saat berjuang melawan penjajah Belanda di abad ke-19.
Pantaslah, jika kemudian gelar pahlawan nasional disematkan kepadanya sekitar 39 tahun silam.
Namun, sejatinya ada yang luar biasa dari sosok bernama asli Muhammad Shahab itu dari sekadar berperang melawan penjajah. Dialah salah satu tokoh revolusioner pergerakan Islam di negeri ini.
Dalam buku berjudul “Pergerakan Pemikiran Islam di Minangkabau”, Masoed Abidin bin Zainal Abidin Jabbar menulis, Imam Bonjol telah melakukan perubahan besar melalui benturan nilai Islam terhadap tradisi masyarakat Minangkabau. Ia juga menyebut Imam Bonjol sebagai tokoh gerakan pembaru Islam.
Dalam catatan lainnya, Imam Bonjol juga disebut sebagai pencetus lahirnya falsafah hidup orang Minang. Nilai falsafah itu adalah adat basandi syarak (adat berdasarkan agama), dan syarak basandi kitabullah (agama berdasarkan kitabullah).
Falsafah hidup ini dilahirkan dari Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang mempersatukan kaum adat dan kaum Padri untuk berjuang bersama melawan Belanda.
Dalam tradisi adat Minangkabau, Tuanku merupakan gelar kehormatan bagi pemimpin agama. Hanya ulama yang telah menguasai ilmu agama Islam secara paripurna yang berhak mendapatkan gelar ini.
Dan, Imam Bonjol adalah salah satu ulama mumpuni di Ranah Minang sehingga mendapat gelar kehormatan ini. “Selama 25 tahun, Imam Bonjol menjadi basis gerakan pembaruan berdasarkan ajaran adat dan syarak,” tulis Masoed.
Imam Bonjol lahir di Kampung Tanjung Bungo, Pasaman, pada 1772. Ia adalah salah satu putra dari pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Selain dia, pasangan suami istri ini juga memiliki dua anak lainnya yang berjenis kelamin perempuan.
Dari kecil, Imam Bonjol yang kala itu akrab disapa Shahab sudah belajar ilmu agama, termasuk ilmu Alquran, dari ayahnya yang merupakan ulama dari tempat nya berasal.
Bertahun-tahun kemudian ketika usianya menginjak 30 tahun, Shahab diangkat menjadi guru tuo atau guru pembantu di surau Tuanku Bandaro yang ada di Padang Laweh.
Tuanku Bandaro adalah murid dari Tuanku Nan Tuo yang juga menjadi salah satu ulama besar di bumi Minang. Pada masa ini, ia diberikan digelar Malin Basa.
Pada 1805, Tuanku Datuk Bandaro bersama Malin Basa menuntut ilmu ke surau Bansa yang ada di Kamang. Dari sinilah keduanya mengenal langsung pembaruan agama Islam yang dicetuskan oleh Tuanku Nan Renceh bersama Tuanku Haji Miskin.
Ada pelajaran berharga yang didapat Malin Basa dari Tuanku Nan Renceh, yakni pengetahuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Sementara dari Tuanku Haji Miskin, Malin Basa mendapat dasar pengetahuan fikih tentang hak warisan dan hukum perdagangan.
Dari sinilah, Imam Bonjol muda mendapat bekal ilmu untuk melakukan pembaruan berdasarkan hukum Islam yang mengatur hak masyarakat dalam perdagangan dan warisan. Pada fase ini, gelar baru diberikan lagi kepada Shahab, yakni Peto Syarif.
Membangun Bonjol
Pada 1807, Peto Syarif bersama pengikutnya hijrah lalu mendirikan sebuah kota kecil bernama Bonjol. Di tempat ini, gelar baru diberikan. Kali ini gelar yang disandangnya adalah Tuanku Imam.
Gelar yang diberikan oleh Tuanku Nan Renceh ini sekaligus merupakan penobatan Peto Syarif sebagai pemimpin kaum Padri di Kota Bonjol. Selanjutnya, Peto Syarif lebih dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol.
Selain menjadi pemimpin umat, Tuanku Imam Bonjol juga mengembangkan usaha perdagangan. Pada masanya, ia berusaha mengamankan jalur perdagangan di pantai barat dan pantai timur Sumatra dengan bantuan hulubalang.
Pengembangan perdagangan ini meluas hingga ke Tapanuli Selatan. Alhasil, pada masa itu Bonjol telah berkembang menjadi pusat pembaruan Islam sekaligus perdagangan di Minangkabau.
Perang Padri adalah sebuah peperangan antara kaum Padri (ulama) dan kaum adat.
Dalam bukunya, Masoed menulis, banyak harta rampasan dibawa ke Bonjol. Ketika Bonjol dibangun dan terus berkembang, perang saudara tak bisa terelakkan.
Perang saudara itu dikenal sebagai Perang Padri, sebuah peperangan antara kaum Padri (ulama) dan kaum adat.
Seiring berjalannya waktu, perang saudara ini ternyata membawa Belanda ikut terlibat. Pada 1820, Tuanku Imam Bonjol tampil sebagai panglima utama menggantikan Tuanku Nan Renceh yang dipanggil oleh Sang Khalik.
Perlawanan yang dikomandani oleh Tuanku Imam Bonjol mendapatkan simpati dari seluruh masyarakat Minangkabau.
Perang Padri dan Imam Bonjol
Perang Padri menjadi peristiwa bersejarah yang tak bisa dilepaskan dari sosok Tuanku Imam Bonjol. Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di Ranah Minang, terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung pada 1803-1838.
Pada awalnya, seperti diulas di laman wikipedia, peperangan ini pecah akibat pertentangan dalam masalah agama. Kala itu, sekelompok ulama yang dijuluki Kaum Padri mengecam kebiasaan-kebiasaan yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat yang disebut kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya.
Kebiasaan yang di maksud, antara lain, perjudian, sabung ayam, mengonsumsi minuman keras, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam di kalangan kaum Adat.
Tak mempan dengan kritik itu, kaum Adat tetap pada kebiasaan semula, padahal mereka mengaku sebagai Muslim. Hal ini menimbulkan kemarahan kaum Padri sehingga pecahlah perang saudara itu.
Hingga 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yang melibatkan sesama Minang dan Mandailing. Pada perang ini, kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan, sedangkan kaum Adat dikomandani oleh Yang Dipertuan Pagaruyung, yakni Sultan Arifin Muningsyah.
Pada 1821, kaum Adat yang mulai terdesak meminta bantuan kepada Belanda. Namun, keterlibatan Belanda ini justru memperumit keadaan sehingga sejak tahun 1833, kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama kaum Padri.
Saat itu, muncul kesadaran bahwa mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau sendiri.
Bersatunya kaum Adat dan kaum Padri dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah.
Kesepakatan ini yang mewujudkan konsensus adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (adat berdasarkan agama, agama berdasarkan Kitabullah/Alquran).
Tuanku Imam Bonjol yang saat itu telah menjadi panglima utama Perang Padri juga merasakan penyesalan itu. Ia menyesali tindakan kaum Padri atas sesama orang Minang, Mandailing, dan Batak.
Penyesalan itu tergambar dari ucapannya, “Adopun hukum Kitabullah banyaklah malampau dek ulah kito juo. Baa dek kalian?” (Adapun banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana pikiran kalian?)
Ditangkap Belanda

Tak kurang 15 tahun, Tuanku Imam Bonjol mengerahkan segenap daya upaya dalam memimpin perlawanan atas pasukan Belanda. Pada saat yang sama, pihak Belanda pun terus melancarkan perlawanan sengit.
Pada 28 Oktober 1837, Belanda akhirnya berhasil menangkap Tuanku Imam Bonjol lewat tipu muslihat berdalih ajakan perundingan. Setelah ditangkap, pemimpin kaum Padri ini diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat.
Pemindahan penahanan ini terus berlanjut hingga ke Sulawesi Utara, tepatnya di Lotak, Pineleng, sebuah kota kecil berjarak sembilan kilometer dari Manado. Di kota kecil ini pulalah, Tuanku Imam Bonjol mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 92 tahun.
Masih dalam bukunya, Masoed menulis, Tuanku Imam Bonjol wafat pada 17 November 1854 di Lotak, Pineleng. Namun, informasi mengenai wafatnya Imam Bonjol baru disebarluaskan 10 tahun kemudian. “Sehingga kematiannya tercatat pada tahun 1864,” tulisnya.
Pada akhirnya, Belanda memang berhasil menghentikan Perang Padri dan meringkus panglimanya. Namun, sepak terjang Tuanku Imam Bonjol dalam melawan penjajah, terlebih dalam membela syariat Islam, tak lekang oleh masa.
Dari fakta-fakta sejarah yang terungkap di muka, tampak jelas betapa Tuanku Imam Bonjol telah melancarkan perjuangan politik agar masyarakat dapat menjalankan syariat Islam secara utuh.

RIWAYAT PENDIDIKAN




 Mohamad Wafiq Amali, S.Pd.I
Grobogan, 10 juni 1991

INSTITUSI PENDIDIKAN
MASUK
LULUS
TK Dharma Wanita
1996
1997
SDN 1 Rejosari
1997
2003
MTs Tarbiyatul Athfal Rejosari
2003
2006
MAN Purwodadi
2006
2009
S-1 IAIN Walisongo Semarang
2009
2013
S-2 IAIN Walisongo Semarang
2013
-