Rabu, 12 Oktober 2011

PEMERINTAHAN PADA MASA KHALIFAH MU’AWIYYAH II BIN YAZID

Oleh: M Wafiq Amali

I.            PENDAHULUAN
Perbenturan Fitrah-Fitrah dikalangan umat Islam, khususnya dalam bidang politik, berakhir dengan kemenangan Mu’awiyyah Bin Abi Sufyan yang memproklamirkan Bani Umayyah. Sebagai pemimpin Daulah Islamiyah. Dengan berbagi cara Mu’awiyyah dapat menduduki jabatan khalifah dari dari menjadikannya sebagai hak keturunan. Dengan demikian Mu’awiyyah telah merubah sistem politik musyawarah dengan sistem Monarchi.

II.            RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang:
A.    Siapakah Mu’awiyyah II Bin Yazid itu ?
B.     Bagaimanakah Masa kekholifahan Mu’awiyyah II Bin Yazid ?
C.     Bagaimana Masa keruntuhan Bani Umayyah ?

III.            PEMBAHASAN
A.    Biografi Mu’awiyyah II Bin Yazid
 Mu’awiyyah II Bin Yazid Bin Mu’awiyyah Bin Abu Sufyan Bin Harb Bin Umaiyyah Bin Abd Syams Bin Abd Manaf. Dia tidak mempunyai seorang keturunan yang bisa diangkat menjadi putera mahkota yang selanjutnya meneruskan perjuangannya menjadi Kholifah.
Dia merupakan kholifah terakhir dari keturunan Mu’awiyyah, dan setelah itu kepemerintahan dipegang oleh Marwan Bin Al-Hakam dia merupakan seseorang yang menikahi ibu dari Mu’awiyyah II.
B.     Masa Kekholifahan Mu’awiyyah II Bin Yazid
Kejadian-kejadian tahun-tahun 681 dan 682 memang membingungkan, banyak terjadi kasak-kusuk di belakang layar, tetapi tahun 683 kebanyakan penduduk madinah melepaskan ketundukan mereka pada Yazid dan mengepung sekitar seribu anggota klan Umayyah yang  tinggal di Mekkah. Walau yang dikepung itu diperbolehkan melarikan diri. Orang-orang Medinah segera dihadapi oleh pasukan Umayyah didataran Lava Harra di luar kota dan dikalahkan (Agustus 683). Karena banyak orang yang celaka adalah keturunan-keturuna pemeluk-pemeluk Islam yang pertama, maka propaganda anti Umayyah memanfaatkan kejadian ini dalam membesar-besarkan kebengisan golongan Umayyah. Cerita mengenai penjarahan kota selama tiga hari oleh tentara brandalan mungkin tidak benar. Mestinya Medinah tentram waktu itu karena pasukan bisa bergerak keselatan dan mengepung Makkah. Dalam pengepungan itu mereka dikatakan telah membakar Ka’bah. Namun bulan november 683, mereka menerima berita meninggalnya Yazid, dan dalam situasi tidak menentu itupun pimpin pasukan mengakhiri kepungan dan menarik diri keutara.
Yazid meninggalkan seorang putera bernama Mu’awiyyah yang diakui sebagai Kholifah oleh tokoh-tokoh Muslim di Damaskus. Tetapi dia masih kanak-kanak dan jelas tidak sanggup menjalankan kekuasaan. Dalam kekosongan ini semuanya bisa terjadi.[1]  Setelah ayahnya itu meninggal , Maka dia diangkat menjadi kholifah.[2]   
Jabatan kholifah itu diberikan kepada Mu’awiyyah Bin Yazid, yang ia sendiri sama sekali tidak menginginkan jabatan ini: bahwa neneknya, yaitu Mu’awiyyah I, telah meletakkan asas-asas sistem warisan dalam jabatan Kholifah itu. Ia telah berjuang bertahun-tahun untuk melaksanakan pengangkatan Yazid, disamping itu rakyatpun telah bersedia pula untuk menerima sistem warisan itu. Itulah sebabnya maka penduduk daerah Syam telah mengankat Mu’awiyyah II ini menjadi Kholifah setelah ayahnya meninggal. Sementara itu Ibnu Zubair di Makkah telah Memproklamirkan dirinya menjadi Kholifah dimasa pemerintahan Yazid. Dan Yazid kemudian meninggal dunia sebelum ia sempat menumpas Ibnu Zubair untuk mencapai kemenangan. Dalam suasana inilah Mu’awiyyah II dinaikkan keatas Tahta. Maka ia sadar, bahwa ia tidak mempunyai daya mengambil bagian dari pertarungan itu. Lalu dikumpulkannya masyarakat dimasjid, dimana ia berpidato kepada mereka sebagai berikut: “Aku ini tidak sanggup untuk mengurusi kepentingan-kepentingan kamu. Maka aku telah berusaha mencarikan untuk kamu seorang pemimpin seperti Umar Bin Khatab, yang diminta oleh Khalifah Abu Bakar untuk menggantikannya, tetapi aku tidak mendapatkan orang semacam itu, juga aku telah berusaha mencarikan enam orang pemimpin-pemimpin seperti pemimpin-pemimpin yang berenam yang pernah ditunjuk oleh Khalifah Umar untuk bermusyawarah, tetapi aku juga tidak menemukannya. Kamu sekalian lebih tahu akan kepentingan kamu. Sebab itu pilihlah siapa yang kamu sukai. Aku tak ingin membawa Khalifah ini bersamaku keliang kubur, sedangkan diwaktu hidupku aku tak pernah merasakan kenikmatannya ”.
Dengan demikian berakhirlah riwayat Mu’awiyyah II . dan dengan itu berakhir pulalah kekuasaan anak cucu Abu Sufyan dan mulailah pada masa bani Umayyah yang kedua, yaitu masa kekuasaan keturunan Al Hakam Ibnu Abul’ Ash Ibnu Umaiyah.
Menurut riwayat, Abdul Malik Ibnu Marwan berpendapat, bahwa cepatnya berakhir masa kekuasaan Abu Sufyan adalah sebagai akibat dari pembunuhan yang mereka lakukan terhadap Husein. Dan itulah sebabnya Abdul Malik berkirim surat kepada Al Hajjaj, dimana ia berkata: “Hindarkanlah aku dari penumpahan darah Bani Abdul Mutthalib. Itu bukanlah obat marah. Aku lihat kekuasaan Bani Harb menjadi runtuh setelah mereka membunuh Husein Ibnu Ali”[3]
C.     Masa keruntuhan Bani Umayyah
Faktor yang menyebabkan runtuhnya Bani Umayyah
1.      Sistem pergantian Kholifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas
2.      Latar belakng terbentuknya dinasti Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik dimasa Ali.
3.      Pada masa kekuasaan bani Umayyah, pertentangan Etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin meruncing.
4.      Lemahnya pemerintahan Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarsi kekuasaan.
5.      Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti bani Mu’awiyyah adalah munculnya kekuatan baru yang di pelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib.[4]
IV.            KESIMPULAN
Mu’awiyyah Bin Yazid menjadi kholifah setelah ayahnya meninggal, Sedangkan pemerintahannya sangat pendek yaitu 40 hari, yang sebenarnya ia juga tidak menginginkan jabatan itu. kemudian dia mengundurkan diri karena sakit dan fisiknya lemah, dia menyendiri dirumahnya hingga dia meninggal dunia.
Keruntuhan Bani Umayyah disebabkan karena Sistem pergantian Kholifah, latar belakng terbentuknya, meruncingnya pertentangan etnis antar suku, lemahnya pemerintahan, dan munculnya kekuatan baru yang di pelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib

V.            PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari tentunya dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan makalah yang akan datang. Semoga dibalik segala kekurangan yang ada, makalah ini dapat memberikan perubahan dalam penyusunan  makalah yang akan datang. Sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin...



DAFTAR PUSTAKA


Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam Terj. Samson Rahmad M.A. Jakarta: Akbar Media, 2009
Karim, Abdul M, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007. Cet. 1
Syalabi A , Sejarah Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta: Al Husna Zikra, 1997. Cet. 9
Watt, Montgomery W, Kerajaan Islam; Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990. Cet. 1
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999. Cet. 9


[1] W. Montgomery Watt, Kerajaan Islam; Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990) Cet. 1, hlm. 22-23
[2] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Terj. Samson Rahmad M.A, (Jakarta: Akbar Media, 2009) hlm 194

[3] A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam Jilid 2, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1997). Cet. 9, hlm. 62-63
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999) Cet. 9, hlm. 48-49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar